PERJALANAN

  #1

 perjalanan? iya perjalanan. ini bukan soal perjalanan hati. Tapi ini adalah soal perjalanan diri.

Aku hanyalah seorang anak yang terlahir dari sebuah keluarga sederhana. 
Belajar mensyukuri dan tidak memaksakan diri.
sedari dulu, ayah selalu mengajarkan anak-anaknya untuk memiliki jiwa berani. 
bukan berani dalam hal negatif. Tapi berani untuk mengambil keputusan dan menanggung resiko yang harus dihadapi.
Ayah mendidik anak-anaknya dengan sangat keras. bahkan tak jarang aku menganggapnya itu adalah hal yang sungguh mengecewakan.
Tak pernah mendapat pembelaan ketika dulu, saat diri ini berkelahi dengan teman sekelas semasa SD.
Dulu, aku pikirnya itu adalah hal yang tidak adil. karena seharusnya orang tua mendukung anaknya untuk mendapat pembelaan.
namun lambat laun, aku jadi mengerti mengapa semua itu dilakukan.
semata-mata, ibu dan ayah hanya ingin anaknya mandiri. Tidak manja dan tidak menjadi manusia cengeng yang suka mengadu ketika menerima resiko dari perbuatannya sendiri.
Ayah tak pernah memanjakan anaknya dengan fasilitas yang diinginkan. Bahkan android saja baru aku rasakan ketika lulus dari sekolah dan beranjak ke Perguruan Tinggi.
Bukan tak mau memberi, hanya saja ayah menanamkan bahwa kebutuhan itu lebih penting daripada keinginan.

Sejak kecil, aku selalu diajarkan untuk mandiri. Berani kesana-kemari tanpa harus ditemani.
Tapi, zulfa kecil adalah anak yang penakut dan pemalu.
Jangankan untuk pergi jauh dari rumah, berbicara di depan umumpun tidak ada nyalinya.
sampai akhirnya, ternyata didikan-didikan itulah yang membuat aku akhirnya menjadi zulfa yang sekarang.
zulfa yang berani kemanapun. 

aku pernah punya mimpi besar, yang aku yakini akan terwujud dengan baik.
Seperti membangun sebuah menara tercantik yang ada.
setelah menara itu terbangun dan menjulang elegan, dan tahap terakhir sedang dipersiapkan.
tiba-tiba datang angin kencang yang menerpanya.
menara itu goyang. dan sempat roboh setengah. Sampai akhirnya angin itu ternyata hanya hadir sesaat. Nanum mampu meluluh lantakkan menara yang sudah dirancang sedemikian rupa.
Tapi karena sisa-sisa pondasi dari bangunan itu masih ada, maka di bangunlah lagi menara itu. namun  ternyata, pembangunannya tidak bisa secantik pembangunan pertama.
tidak sesuai keinginan.

Tapi, akhirnya aku sadar. begitulah ternyata mimpi. 
Kita tidak bisa menaruh ekspektasi tinggi. 
Kita tidak bisa berharap akan terjadi sesuai rencana yang kita ingikan.
kadang, ada saja angin yang menerpa ketika pembangunannya, atau bahkan adanya kesalahan memasang material yang membuat menara itu jadi tidak terlihat sempurna.
Namun, caranya, persiapannya, perjalanannya, proses pembangunannya.
semuanya adalah pelajaran berharga. yang tak akan bisa kamu terka kapan datangnya.

Dan, itulah gunanya orang tua mendidik kita dengan keras. dan kadang kita merasa tak adil.
karena pada akhirnya, hal-hal negatif yang kita pikirkan tentang orang tua adalah salah.
dan kita akan mengerti saat kita mau membuka hati, membuka diri dan membuka pikiran.
bahwa semua ini hanyalah bagian dari sebuah perjalanan hidup.
perjalanan untuk menjadi lebih dewasa. dan tentunya. Pelajaran untuk mempersiapkan kekekalan yang abadi. 
Di alam selanjutnya nanti.

.
yuuukkk.. mari berjalan 😊


*terimakasih telah membaca
salam dari saya
zulfa azkia nisa    😊😊😊
(13/12/18;8.23)

Comments

Popular posts from this blog

"Farewell Party" Judulnya

Hey, It's me

Siklus